Transfer of Knowledge

Kurba dan Pendidikan Sosial

Oleh: Hery Nugroho


Dalam ajaran Islam, setiap ibadah mempunyai ciri khas masing-masing. Idhul fitri misalnya, diidentikkan dengan zakat fitrah dan silaturrahim, sedangkan Idhul Adha identik dengan ibadah kurban dan haji. Tetapi di sini yang akan penulis kupas adalah ibadah kurban saja. Istilah kurban berasal dari kata qaruba,yaqrubu, qurban artinya dekat. Maksudnya mengorbankan sebagian harta dengan cara menyembelih hewan agar lebih mendekatkan sebagian harta dengan cara menyembelih hewan agar lebih mendekatkan diri kepada Allah. Menurut Sahkholid Nasution, bahwa penggunaan istilah kurban dapat di lihat dalam al-Quran dengan sosio-historis yang berbeda.
Pertama, kurban yang dilakukan oleh Qabil dan Habil untuk memperebutkan Iqlimah (saudara kembar Qabil) sebagai pasangan hidupnya. Iqlimah yang menjadi hak Habil sebagai pasangan hidupnya tidak diterima oleh Qabil dan ia bersikukuh agar Iqlimah menjadi miliknya sekalipun melanggar aturan yang berlaku saat itu.
Maka untuk mencari keadilan, keduanya diperintahkan Allah untuk menyediakan kurban dan siapa yang kurbannya hilang, maka Ia yang akan berhak memiliki Iqlimah sebagai istrinya. Ternyata kurban yang hilang adalah milik Habil, berarti dialah yang berhak mempersunting Iqlimah, sementara Qabil tidak merima kenyataan itu dan memutuskan untuk membunuh Habil demi memperoleh Iqlimah. “Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)
Kedua, orang-orang Yahudi menjadikan kurban sebagai sesembahan. “Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk ”kurban” (mendekatkan diri kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan Tuhan-Tuhan itutelah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan.” (QS. Al-Ahqaf: 28)
Ketiga, kaum kafir menjadikan kurban sebagi syarat untuk mau beriman kepada Allah dan kepada Muhammad. “(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan: Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada Rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api. Katakanlah: Sesungguhnya keterangan nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh mereka jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali Imran: 183)
Keempat, perintah Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih anaknya (Ismail) yang sudah lama ditunggu. “Tatkala keduanya berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: Hai Ibrahim sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 103-107)
Nilai Pendidikan Sosial
Dari keempat penggunaan istilah kurban di atas, yang tetap ditradisikan Nabi Muhammad saw. sekitar tahun 2 H sampai sekarang adalah seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim.Kemudian dari pengorbanan yang dilakukan nabi Ibrahim mengandung nilai pendidikan social, yakni; pertama, merelakan apa yang dicintai dikorbankan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat. Meminjam bahasa Cak Nur bahwa Ibrahim berhasil membunuh berhala rasa cinta kepada anaknya demi memperoleh rida Allah, yang kemudian Allah mengganti kurban tersebut dengan seekor kambing.
Kalau pada masa nabi Ibrahim harus “mengorbankan Ismail” yang dicintainya, saat sekarang bentuk “Ismail” bias berwujud dengan harta benda, jabatan, istri, keluarga. Kedua, mewujudkan kepekaan social terhadap kondisi sekitar. Hal ini bias di lihat ketika Nabi Ibrahim mau menyembelih Ismail ternyata Allah menggantinya dengan kambing. Kemudian dagingnya dibagikan kepada sesame manusia yang membutuhkan. “Maka makanlah sebagian dari dagingnya dan berilah makan orang-orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36)
Untuk itu bagaimana kurbannya umat Islam di Indonesia diserahkan kepada yang benar-benar yang membutuhkan. Misalnya, orang miskin, anak-anak terlantar maupun korban bencana alam.
Khusus bagi orang yang mampu dan tidak mau berkorban disindir dalam hadits Nabi: “Barangsiapa yang mempunyai kelapangan rizki, tetapi tidak menyembelih qurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibn Majjah). Artinya orang yang mampu tetapi tidak mau berkorban, maka percuma saja shalatnya.
Ketiga, ketaatan seorang anak kepada orang tua. Bahwa di sini ada perintah untuk selalu taat kepada orang tua. Hal ini bisa dilihat dalam dialog antara Ismail dengan bapaknya, Ibrahim berkata kepada anaknya, ”Hai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa engkau ku sembelih, sebab itu pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?” Anaknya (Ismail) menjawab: ”Wahai bapakku, laksanakanlah apa-apa yang diperintahkan kepada bapak.” (Ash-Shafat: 102)
Setidaknya kepatuhan Ismail kepada orang tuanya memberikan pelajaran bagi anak, karena sekarang banyak anak berani sama orang tua bahkan ada yang sampai tega membunuhnya.
Keempat, kesabaran dalam menghadapi setiap ujian. Bagaimana tidak, nabi Ibrahim yang berpuluh-puluh tahun menanti kelahiran anaknya, setelah punya anak ternyata mendapatkan perintah untuk menyembelih anak semata wayangnya. Karena kepatuhannya kepada Allah swt. perintah itu dilaksanakan dengan sabar.
Sebenarnya ujian tidak hanya dialami oleh Nabi Ibrahim saja, tetapi seluruh manusia yang didup di dunia. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar. (QS. Al-Baqarah: 155)
Termasuk di dalamnya adalah cobaan yang dialami oleh saudara kita yang beberapa tahun yang lalu terkena musiban gempa tsunami di Aceh-Sumatera Utara, gempa Jateng-DIY, atau musibah banjir bandang di Malaysia. Kemudian pada ayat berikutnya dijelaskan maksud orang yang sabar: (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innalillahi wainnailaihi rajiun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kami kembali. Wallahu a’lam bi al-shawab.
(dimuat di Majalah Citra Lima SMA Negeri 5 Semarang,
Edisi I/Januari 2007)

https://belajarpai.wordpress.com/category/artikel-islam/

Tidak ada komentar

Cara Membuat Blog di Blogger

Cara Membuat Blog Sebelum membuat blog di blogger, saya menyarankan Anda untuk memiliki akun email di Google mail. Ini akan memudahkan...